Sunday, 30 June 2013

Part 2


PART 2
               “Jen, lo pasti nggak percaya ini. Jen, gue seneng bangettttt. Rasanya mau terbang tau nggak” kataku dengan senyum mengembang.
               “Kenapa? Uang saku lo jadi lipat ganda?” tanya Jenar cuek.
               “Behhh, lebih dari sekedar itu Jen”
               “Kenapa sih?” kali ini Jenar penasaran. “Eh, udah ngerjain PR-nya Bu Prapto belum?”
               “Ntar gue ceritain sama yang laen. Udah dong, emang lo belum?”
               “Udah sih, tapi masih ada yang kosong. Ntar liat punya lo ya”
               Aku dan Jenar sudah sampai di ambang pintu kelas, kami bernafas lega karena Pak Didit belum masuk kelas. Aku memilih tempat duduk di depan Jenar di samping Ayuko. Hari ini yang merana adalah Denata. Karena kami berlima, jadi nggak bisa duduk berbarengan terus, harus ada salah satu yang mengalah duduk dengan teman selain kami dan ini diorganisir secara bergiliran biar adil.
Semenit kemudian Pak Didit masuk kelas. Dengan gontai tapi penuh percaya diri dia berjalan di depan kelas dengan tatapan lurus ke depan. Sambil membawa tas laptopnya tentunya. Setelah duduk di belakang meja guru dan meletakkan tas di samping meja, “Pagi anak-anak. Kumpulkan PR kalian, yang tidak membawa atau belum mengerjakan silahkan maju ke depan” katanya dengan nada sedikit mencela dan memandang ke pelosok kelas. Untungnya, aku sudah mengerjakan dan tak lupa membawa tentunya.
“Li, em…” kata Ayuko gugup
“Kenapa Ay? Lo belum ngerjain PR?” tanyaku kaget. Ayuko termasuk anak rajin di kelas kami, hampir tak pernah lupa tentang PR dan ulangan, apalagi kalo gurunya Pak Didit. Rio pun nggak akan lupa. Rio adalah teman kami yang hampir sama sekali nggak peduli dengan pelajaran. Dia akan bermain handphone atau bergurau dengan temannya jika pelajaran sudah dimulai.
“Em, iya. Gimana dong? Kemarin malam gue smsan sama Pandu sampe jam 2 trus lupa ada PR Pak Didit” katanya sambil menggigit bibir bawahnya. Pandu adalah cowok taksiran Ayuko. Menurutku ini bukan situasi gawat, karena hukuman Pak Didit biasanya mengerjakan soal sulit di depan kelas. Dan Ayuko pintar dalam bidang matematika.
“Nggak papa kok Ay. Lo kan jagonya matematika, pasti lo bisa ngerjain” jawabku mantap.
“Bukan itu….ntar kalo ditanya ‘kenapa belum mengerjakan?’ gitu gimana?”
“Lo ngakunya ketinggalan aja, tadi lo buat belajar di mobil, trus lupa belum lo masukin tas gara-gara udah mau masuk kelas. Lagipula tadi lo masuknya bareng Pak Didit kan”
“Iya juga sih. Wah, lo pinter banget ngarang, bartaw gue. Haha”
Aku hanya memandangnya dengan tatapan “-_-“
Ayuko maju dan membuat pengakuan seperti yang kusarankan. Pak Didit hanya mangguk-mangguk dan menyuruhnya mengerjakan soal sulit. Ayuko mengerjakannya dengan hitungan menit. Padahal, biasanya orang lain akan berdiri setengah jam lalu mengibarkan bendera putihnya untuk Pak Didit lalu mohon diri.
Setelah jam pelajaran Pak Didit, aku dan Ayuko pergi ke kamar mandi sementara yang lain sibuk dengan PR Bu Prapto.
“Kalo PR Bu Prapto udah ngerjain?” tanyaku.
“Udah dari kemarin” jawab Ayuko enteng.
“Ada kemajuan ya, lo sama Pandu?”
“Lumayan, ternyata dia orangnya asik buat temen smsan”
“Gue juga ada kemajuan sama Ezra” sahutku penuh semangat. Kami sudah memasuki kelas dan menuju bangku kami.
Ayuko tertegun sesaat. “Wow, gimana? Kok bisa?” tanyanya dengan raut muka penasaran.
Jenar, Denata, dan Abel langsung berkerumun dengan kami. Aku menceritakan secara detail pertemuanku dengan Ezra tadi pagi.
“Wah, sempet kenalan nggak Li?” tanya Abel penuh semangat.
“Enggak, gue nyesel. Mending ngerjain soal tapi kenalan deh, tapi dia udah ngusir gue gitu. Masa iya gue ngotot mau kenalan, kan norak.”
“Yah, Alika, itu kan kesempatan emas” jawab Denata dengan nada kecewa.
“Seenggaknya Ezra udah tau elo Li, siapa tau ntar ketemu lagi” sahut Ayuko dengan tersenyum tulus. “Lagipula, jodohmu tak akan tertukar kok Li” tambahnya.
“Ayuko bijak banget sih, heran gue” Kali ini Jenar yang bicara.
“Eh, Ayuko kemarin smsan sama Pandu sampe jam 2 pagi loh” kataku pamer.
“WOOOWW!” sahut mereka serempak.
“Udah semaju itukah lo sama Pandu?”
“Ya ampun, kok nggak cerita sih Ay?”
“Enggak juga sih, menurut gue, Pandu nggak tertarik sama gue tuh” sahut Ayuko sambil menghela nafas pendek. Ini kebiasaan Ayuko kalo lagi kecewa.
“Kok bisa?”
“Entahlah. Dia jarang tanya-tanya tentang gue. Lebih banyak tentang hal remeh-temeh.”
“Namanya juga permulaan Ay, dulu gue sama Harry juga gitu” jawab Denata menenangkan. Dari kami berlima, Denata dan Jenar yang punya pacar. Pacar Denata adalah Harry, kakak kelas kami. Sekarang dia kelas 11, dia juga terkenal sebagai cowok paling ganteng diangkatannya. Sedangkan Jenar punya pacar yang sudah kuliah, di jurusan Desain Grafis semester pertama, mereka saling kenal di toko buku. Abel tidak peduli dengan cowok, dia lebih peduli dengan persahabatan dan makan. Katanya, Papanya akan menjodohkannya. Maklum, Abel anak tunggal.
               Setelah pelajaran Bu Prapto (pelajaran terakhir hari ini), akhirnya kami mendengar bunyi bel tanda pulang. Semua anak langsung ngolet tak keruan. Pelajaran Bu Parpto adalah sejarah, sudah biasa jika lebih banyak anak yang tidur daripada mendengarkan. Kami semua langsung berteriak “Hore!!” dan segera berkemas.
               “Li, kami duluan dulu ya. Lo nggak papa kan ditinggal sendiri?” tanya Ayuko. Mereka akan ke rumah Abel karena memang begitulah kebiasaan kami. Bermain ke rumah salah satu diantara kami yang sedang punya novel baru atau DVD baru. Tapi kali ini aku nggak bisa ikut karena ada janji dengan Kak Diko untuk langsung pulang dan menemaninya ke toko buku. Katanya ada buku yang dia suka, dan dia belum punya pacar untuk jalan bareng.
               “Iya, nggak papa. Paling Kak Diko sebentar lagi sampai” jawabku.
               “Okedeh, bye Li. Happy waiting” kata Abel sambil terkikik.
               Sudah limabelas menit aku nungguin Kak Diko, padahal Kak Diko bukan tipe orang yang suka terlambat. “Arggghh, awas kalo dia udah dateng, gue cabik-cabik ntar” kataku kesal. Siapa yang nggak kesel sih kalo dia yang bikin janji, dia yang minta sampe mohon-mohon, dia yang butuh eehhh tapi dia juga yang telat? Padahal sini punya acara sendiri? Rawrr.
               “Lo kenapa? Kok mau nangis gitu?” kata suara berat.
               Siapa sih ini cowok? Atau mungkin cewek? Tapi suaranya berat kok. Sok tau banget sih, lagipula aku nggak mau nangis kok. Belum kenal aja belagu. Awas yahh. Aku mencoba untuk menoleh dan bersiap untuk memaki-makinya. Daaannn, aku harus berkedip beberapa kali untuk meyakinkan ini. Coba tebak? Yap! Ini Ezra lagi!! Aku berusaha bersikap selayaknya lagi marah “Siapa bilang gue nangis, sok tau lo” sahutku sewot.
               “Sewot amat sih, padahal mau gue temenin nunggu loh. Tapi gapapa kok kalo mau sendiri”
               “Eh, enggak kok. Gue seneng. Maaf udah sewot. Kenalin, gue Alika” jawabku sambil mengulurkan tangan kananku. Udah berkali-kali aku nunggu moment ini. Jadi, udah berbulan-bulan juga aku ngerawat tanganku supaya enak kalo jabat tangan sama Ezra.
               “Kirain lo tau nama gue. Gue Ezra” sambil tersenyum dia menjabat kuat tanganku. Ini baru yang namanya cowok, kataku dalam hati.
               “Lo nunggu siapa?”
               “Oh, kakak gue. Katanya dia mau jemput, tapi kayaknya telat deh” kataku sambil menghela nafas pendek seperti Ayuko. Padahal pikiranku menari-nari.
               “Kirain nungguin pacar, hehe”
               What? Ezra ngomongin pacar?! Di depanku?! Sampe rumah aku harus mastiin kupingku udah bersih. Ini lebih dari sekedar mengejutkan. “Gue belum punya pacar kali, lo lagi nunggu juga?”
               “Iya” jawabnya pendek tanpa menoleh ke arahku, di sibuk melihat jalan, mungkin dia lagi nunggu jemputan juga. Jodoh kali ya. Hehe.
               “Jemputan lo?”
               “Bukan, gue nunggu Adit. Dia sahabat gue. Kita lagi… Oh, itu dia!” sahut Ezra sambil menunjuk cowok bersepeda ninja memakai helm yang menuju ke arah kami. Dari luar, dia tampil bener-bener kece. Mungkin karena motornya kali ya.
               “Dit, sini deh. Ini, kenalin Alika. Alika, ini Adit” Rasanya aku belum pernah liat anak cowok seperti dia di sekolah. Adit membuka helmnya dan wow. Dia nggak kalah keren sama Ezra. Tapi di mataku gantengan Ezra tetepan, hehe.
               “Hai Li, salam kenal. Zra, cepetan” sahutnya cepat.
               Ini orang nggak sopan banget sih, emang buru-buru banget yah. Pikirku. “Salam kenal juga” gumamku lebih cepat, untung ada Ezra dan dia teman Ezra. Mungkin udah aku bacok ini Adit.
               “Yaudah deh, bye Li” kata Ezra.
               Bye Zra” sahutku sambil memamerkan senyum paling manisku. Aku memang tidak begitu cantik, tapi aku sadar kalo aku manis kok, hehe.
               Sekitar dua menit kemudian, Kak Diko dateng. Untunglah, mungkin kalo dia ngga segera dateng keburu jadi lumut akunya. Aku langsung maki-maki Kak Diko karena keterlambatannya. Lalu dia jelasin kenapa bisa terlambat. Ternyata, dia nganter Kak Cissy pulang dulu. Kak Cissy adalah taksiran Kak Diko, kabarnya mereka kini makin dekat. Sialan juga Kak Diko, telat dari janji gara-gara cewek. Tapi gapapa deh, gara-gara dia telat, aku jadi resmi kenalan sama Ezra. Pikirku sambil terkikik senang.
               “Lo kenapa sih dek? Ayo cepet naik”
               “Iya bawel” jawabku.

Thursday, 20 June 2013

AnnualBook

aku, hipo (annisa radya), depik, waasi. cem iklan pasta gigi yiiiiii, pamer gigi cemuah. stay ucul tapikaannnn;3 #annualbook

Sunday, 16 June 2013

Part 1


PART 1
               Piimmmm!!!! Pimm!!! Suara klakson Papaku yang membahana pertanda tak sabar untuk tancap gas. “Iya Paaaaa” jeritku sambil menenteng tas dan sepatu. Aku memang orang yang sukanya tergesa-gesa. Hello, namaku Alika Notika. Ini empat bulan pertamaku di sekolah baru. Kini aku sudah putih-abu abu. Rasanya senang sekali memasuki masa SMA yang katanya masa paling menyenangkan.
               “Lama banget sih lo dek, ketiduran di kamar mandi?” tanya Kak Diko jengkel.
“Tiap pagi lo nanya itu ke gue, nggak bosen apa? Gue aja bosen dengernya” jawabku sambil melet panjang panjang.
“Tiap pagi Papa denger kalian ngomel rasanya kepala Papa mau pecah!” sahut Papa. “Berangkat sekarang ya!” kata Papa sambil melajukan mobil.
               Aku dan Kak Diko bersekolah di sekolah yang berbeda. Kak Diko lebih suka sekolah yang jauh dari rumah dan terkenal sebagai sekolah eksis, katanya sih biar bisa dapat cewek cantik di sana. Sedangkan aku, lebih suka sekolah yang biasa-biasa aja dan nggak jauh dari tempat perbelanjaan biar bisa mampir dulu hehe. Aku dan Kak Diko selisih umur 2 tahun, di pagi hari kami memang tidak akrab karena aku selalu terlambat dan Kak Diko selalu berkemas di pagi buta. Tapi, jika sudah pulang dari sekolah, kami sangat akur bahkan sering mengerjakan PR bersama, maen game bareng, kucing-kucingan, memasak aneka kue. Jangan salah, Kak Diko memang pintar memasak. Kak Diko orangnya gokil dan seru, tak heran jika tiap dia membawa temannya maen ke rumah, jumlahnya hampir se-RT. Berbeda denganku, aku hanya memiliki 4 sahabat terbaik.
               Jenar, dia orangnya tomboy tapi manis. Pilih-pilih banget dalam hal cowok. Denata, 1800 berbeda dengan Jenar, dia sangat mengerti make-up, tiap 2 minggu sekali ke salon, modis, dan senangnya gonta-ganti cowok, kuakui dia paling cantik diantara kami berlima. Abel, suka makan, tiap detik laper, tapi nggak pernah gemuk, daaan paling sering mentraktir kami. Wajar saja,  orang tuanya adalah pengusaha kaya. Ayuko, dia favoritku, dia sangat sabar dan pengertian. Dia sangat pas dijadikan sahabat.
               “Makasih Pa, Li sekolah dulu ya. Bye, my brother yang handsome” pamitku.
               “Hati-hati ya Li, kalo minta jemput telpon rumah aja, Papa hari ini mau ke Bandung.”
               “Semangat yah sekolahnya Li. Gue emang handsome, bye
               “Siappp!!” jawabku.
               Aku segera menuju ke kelasku. Tapi, tiba-tiba aja aku kebelet pipis. Tanpa pikir panjang, aku berbelok arah yang menuju kamar mandi. “Aduh, gimana dong, masa iya tasnya gue taruh di sini. Gue bawa ke dalem juga nggak mungkin, tapi kalo dijailin kakak kelas gimana” Kamar mandi ini emang deket dengan kelas 12, dan kabarnya kelas 12 cowok banyak yang jail.
               “Hei, mau ke kamar mandi ya? Sini tasnya gue pegangin, tapi ntar gantian bawain tas gue ya” kata suara berat.
               Sekilas aku menoleh, dan oh, my God! Dia Ezra!! Beneran Ezra!! Ezra adalah cowok yang aku taksir diam-diam, tentu saja aku belum memulai PDKT, karena aku cukup tau diri mengingat masih kelas 10 dan aku cewek. “Eh—bo..leh deh, boleh” sahutku tak percaya sambil menyerahkan tas merahku.
               “Yaudah, sana lo duluan. Kan ladies first
Aku langsung masuk ke kamar mandi. Seketika aku batal pipis dan hanya menggigit bibir bawahku, merapikan jilbab, dan merangkai kata yang akan kuucapkan pada Ezra. Tak lupa aku membasahi sepatuku bagian bawah agar terlihat seperti habis pipis beneran. Aku keluar dari kamar mandi dengan dag dig dug di jantung.
               “Nih, tas lo dan ini tas gue. Jagain ya”
Aku hanya mengangguk dan berkata sesantai mungkin “Cepetan ya, jam pertama gue Pak Didit” Pak Didit memang guru paling killer dan masuk kelas 10 menit lebih awal kalo jam pertama.
               “Lo tau sendiri gue cowok, mana ada cowok yang pipisnya lama” jawabnya sambil senyum sekilas lalu bergegas masuk ke kamar mandi.
               Ya ampun, gantengnya minta ampun!! Menurutku, Ezra memang cowok paling ganteng dan manis seangkatanku. Dia tipikal cowok ideal buat dijadiin pacar, udah ganteng, manis, jago futsal, rajin beribadah. Kurang apa coba? Oh, Ezrakuu. Tanpa sadar, aku melamunkan Ezra dalam hitungan 30 detik.
               “Woy, makasih ya. Cepetan gih, katanya jam pertama Pak Didit. Ntar disuruh maju kapok loh. Tau sendiri soalnya pasti susah”
               Ya Tuhan, Ezra bicara padaku!! “Em, yah, makasih kembali. Pasti udah pernah telat ya?”
               “Bukan telat, tapi lupa bawa PR. Hehe. Cepetan gih”
               “Em, oke” kataku lalu berlari menuju kelas. Oh thanks God!! This is the best day ever!!